Kamis, Oktober 25, 2012

Cinta versi saya (part1)

Alkisah 2 orang anak manusia yang terhubung karena satu persamaan. Cerita Cinta.
Lazim halnya dalam setiap kisah jika cinta bekerja pada dua pihak. Sang pecinta dan yang dicinta. Ini berlaku untuk pihak yang berjumlah satu, dua atau lebih orang. Berlaku juga antara tuhan dan hamba, hamba dan hamba. Tak perduli antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan hewan, manusia dan tumbuhan, bahkan kadang antara percaya dan tidak, cinta ada antara manusia dan makhluk halus. Sudahlah, cinta memang milik sesiapanya. Tiada haraman pada makhluk untuk merasakannya. Karunia paling berharga setelah nyawa dan udara adalah cinta. Cinta kali ini juga pasti dirasakan oleh seorang pemuda ini.
Lihatlah, dia sedang duduk sabar menanti datangnya yang dicinta. Tangannya memetik senar gitar dengan lincah namun resah. Sudah berlalu jam demi jam sang pemuda ini duduk merangkul gitar, barang sebentar memetiknya, sejenak memandang ke gerbang taman. Menunggu. Awan gelap yang perlahan bergerak hingga kini berada di atasnya pun tak dirisaukan. Apalah daya, hati telah terpaut pada satu titik khayalan, datangnya kekasih hati dari arah gerbang taman, dengan riangnya yang biasa. Berjalan dengan meloncat-loncat macam kelinci dalam kisah fabel.
Teringat pesan tadi malam yang dia dengar dari ibunya. Yang dicinta datang pada saat pemuda ini masih dalam perjalanan pulang. Tak pernah sabar menunggu, yang dicinta hanya menitipkan pesan bahwa dia ingin bertemu pemuda besok di taman seperti biasa. "katakan padanya untuk bawa gitar ya bu..." sambil cengar cengir gadis itu kemudian pulang. Malang bagi si pemuda, berselang menit kemudian dia sudah mendengar pesan itu dari ibunya. Hatinya ingin segera menemui yang dicinta malam itu juga, namun ibu meminta untuk mengantarkannya ke rumah seorang handai yang sakit. Maka, di bangku taman itulah sekarang si pemuda berada.
Memang belakangan ini, si gadis hitam manis itu ramai membujuk agar diajarkan bermain gitar. Entah apalah alasannya. Tiba-tiba saja gadis yang selalu bilang bermain gitar itu tidak masuk akal antusias meminta belajar memainkannya. Tapi bagi si pemuda, tak menjadi persoalan jika si gadis punya alasan atau tidak, dapat berjumpa dengan wajah gadis itu saja sudah menjadi kesenangan tersendiri.
Nah, itu dia! Jilbab putihnya kelihatan bergoyang-goyang mengikuti badan si gadis yang berlari. Tampak khas cengirannya di wajah yang basah oleh keringat itu. "Wei! Maaf ya, tadi kita sekelas disuruh bersih-bersih kelas dulu. Katanya ada tamu yang bakal datang. Lihatlah bajuku yang penuh debu begini. Hehehe"
Tidak apa, sang pemuda tidak marah, merajuk pun tidak. Selalu ada wajah menerima padanya. Dia mulai memetik gitarnya. Ennnggg, lagu apa yang akan dimainkan hari ini? Pemuda itu menengadah. Mendung...

Tak selamanya mendung itu kelabu...
Usai belajar selama satu jam, si gadis terlihat mulai tidak konsentrasi. Pemuda menyudahi latihan itu kemudian bertanya kapan lagi waktu mereka berlatih bersama.
"menurutmu gimana hasilnya tadi? Sudah mulai bagus kan?" Pemuda itu mengangguk ragu.
Bagaimanalah, jika ia bilang belum, tentu gadis ini akan kecewa. Jika dia bilang sudah, berakhirlah kesempatan kecil untuknya menghabiskan waktu bersama gadis ini.
"See? Sudah kubilang jika aku punya keinginan, hal yang mustahil akan jadi biasa bagiku. Besok kita ketemu disini lagi ya. Aku ingin belajar sebuah lagu..." Kali ini anggukan si pemuda tanpa ragu.
Gadis itu kemudian merogoh saku tasnya. Mengeluarkan kotak makan, lalu menyerahkannya pada si pemuda. "Ini, sebagai imbalan kebaikan hatimu hari ini. Tadi harinya Tata Boga. Kami memasak bolu gulung. Separuh bagian untukmu, separuhnya lagi untuk ibu. Aku mau pamer bilang aku sudah bisa bikin bolu. Hehehe..."
Si pemuda menerima kotak makan itu dengan takjub. Takjub bukan pada bentuk bolunya yang lembut, tapi pada perasaannya yang kita sedang membumbung tinggi. "Bentuknya memang bagus, Perfect kalo guruku tadi bilang. Tapi hati-hati ya, kamu kujadikan kelinci percobaan." cengiran nakal itu muncul lagi. Kekasih hatiku, jadi kelinci percobaan selama bertahun-tahun pun aku rela!

Sabtu, Oktober 20, 2012

Suddenly to be larkspur?


i suddenly read that my flowerborn is Larkspur. Actually i'd crazy with cherry blossom. No problem, larkspur have a lil' characteristic of cherry blossom. That's enough for me, Olala... ^^"

this is pic of Larkspur.
Cute rite?

Btw, ahlan wa sahlan and welcome in my blogy. Make sure that u'll fun here!

The invitations : Perihal Tiva

“ I always want to be like her before I know that she is not perfect anymore…” Tiva menutup buku harian keabuannya sambil menghela nafas berat. Bunyi sreng-sreng-sreng, wajan dan penggorengan saling beradu menemani mama yang sedang menyiapkan makan malam.
“ My act is over! This time to help mama before mama come here and find that I have not worked on my paper at all...”
Gadis baru gede itu menata buku-bukunya yang sejak tadi berserakan tanpa tersentuh di atas kasur. Buku-buku besar novel bercampur dengan fotocopi-an buku bahan paper yang setelah 6 bulan terakhir belum ada perubahan berarti. Tiva menghela nafas berat saat memikirkan nasib papernya yang berpacu dengan tulisan cerita barunya.
“ At least, mom can’t distinguish which one my paper or my writing on my untidy things. Hehehe.”
Dengan serampangan Tiva menutupi novel-novel barunya dengan fotocopian itu. Tapi gerakan Tiva berhenti saat pandangannya menemukan sampul surat berwarna putih. Yang membuat surat itu tampak mencolok adalah pada stempel merah sebagai segel amplop tersebut. Dengan penasaran Tiva membolak-balik surat itu.
“ Whose letter this? It seems like a letter from Harry potter’s world. Let see…”
Tiva menerawang isi amplop itu di bawah penerangan sinar matahari yang masuk lewat jendela kayu kamarnya.
“ Could this is money? Or a precious letter?” sambil berguman dan melirik kiri-kanan, Tiva mulai berhati-hati membuka segel surat tersebut.
* * *