Sabtu, April 17, 2010

gadis kecilku itu berkata padaku...


Sebuah kisah tentang gadis kecil yang merasa dirinya amat malang.

Dia mendatangiku dengan mata sedih dan penuh keputus-asaan. Dia berfikir aku dapat menjadi sahabatnya, yang mampu selalu mendengarkannya. Satu persatu ceritanya dicurahkan padaku. 

"Kaka, tadi di sekolah aku merasa tidak nyaman. Ibu guru masuk ke kelas sambil membawa sebuah formulir. Ibu guru bilang aku harus mengisinya dengan nama ayah, nama ibu dan pekerjaan ayah serta pekerjaan ibu. Aneh, aku merasa cemas kak, saat menerima kertas itu. Teman-temanku langsung menulis tanpa ragu, namun aku terhenti saat harus mengisi nama ibuku. Aku bingung kak, harus mengisi nama ibu yang mana? ibuku atau ibu tiriku? aku lalu menulis nama ibuku. Lalu aku kembali berhenti pada saat mengisi pekerjaan ibuku. Aku tidak berani, karena memang selama ini aku tidak pernah bilang pada teman-temanku bahwa ibuku yang sekarang bukan ibuku. Aku tak pernah cerita bahwa ibuku telah meninggal.."

Sampai disini, aku mulai tertunduk. Baru kudengar kata-kata itu dari gadis ini. Ternyata banyak yang tidak ia ceritakan. Dan kali ini dia mulai terbuka padaku.

"..aku kembali menghapus nama ibuku ka. Kuganti dengan nama ibu tiriku, namun aku lupa siapakah nama ibuku itu? Aku memang tak pernah tau. Kuhampiri ibu guruku dan bertanya, bolehkah formulir ini kubawa pulang dulu bu? aku ingin mengisinya di rumah saja..Ibu guru menatapku penuh pengertian dan akhirnya mengangguk."

Aku mendekati gadis itu dan memeluknya. Dia melepaskan pelukanku. Tampaknya kisah itu belum berakhir.

"Pada malam menginapku bersama teman-teman di sekolah, guru-guruku mengadakan 'malam renungan' kata mereka. Disana kami dikumpulkan di sebuah lapangan, lalu ada bapak ustadz yang membacakan doa-doa. Lampu dimatikan dan kami disuruh untuk memejamkan mata. ustad itu mulai berkata-kata. Dia berkata pada 1 ketika 'bagaimana kalau nanti dirimu nak, pulang dan disambut dengan iringan yasin dari rumahmu?..."

Aku menatapnya nanar. Rasanya aku mulai mengerti kemana arahnya.
"maka minta maaflah pada orang tuamu. Pada ibumu terutama nak, karena dia yang telah menjagamu..."

Aku tak sanggup mendengarnya.
"aku tidak bisa menangis kak, namun ada sebuah rasa sakit di dekat jantungku saat mendengar perkataan ustad itu. Aku heran, teman-temanku sesenggukan dengan tangisan mereka, diantara mereka bahkan ada yang memanggil mamanya dan ada juga yang mengigau 'tidak..tidak..'. Tapi tak ada satupun air mata yang keluar. Aku malah tertidur dengan rasa sakit yang semakin menusuk..."

Aku beruntung saat itu ada sms yang masuk ke hpku. Jadi aku punya kesempatan untuk menghapus air mata dan menguatkan kembali perasaanku untuk mendengarkannya. Aku tak mau dia merasa aku tidak cukup kuat untuk menampungnya, sehingga dia merasa putus asa dan tak ingin lagi bercerita padaku.

Gadisku, beri kaka sedikit waktu untuk kembali mendengarkanmu...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar