Sabtu, Oktober 20, 2012

The invitations : Perihal Tiva

“ I always want to be like her before I know that she is not perfect anymore…” Tiva menutup buku harian keabuannya sambil menghela nafas berat. Bunyi sreng-sreng-sreng, wajan dan penggorengan saling beradu menemani mama yang sedang menyiapkan makan malam.
“ My act is over! This time to help mama before mama come here and find that I have not worked on my paper at all...”
Gadis baru gede itu menata buku-bukunya yang sejak tadi berserakan tanpa tersentuh di atas kasur. Buku-buku besar novel bercampur dengan fotocopi-an buku bahan paper yang setelah 6 bulan terakhir belum ada perubahan berarti. Tiva menghela nafas berat saat memikirkan nasib papernya yang berpacu dengan tulisan cerita barunya.
“ At least, mom can’t distinguish which one my paper or my writing on my untidy things. Hehehe.”
Dengan serampangan Tiva menutupi novel-novel barunya dengan fotocopian itu. Tapi gerakan Tiva berhenti saat pandangannya menemukan sampul surat berwarna putih. Yang membuat surat itu tampak mencolok adalah pada stempel merah sebagai segel amplop tersebut. Dengan penasaran Tiva membolak-balik surat itu.
“ Whose letter this? It seems like a letter from Harry potter’s world. Let see…”
Tiva menerawang isi amplop itu di bawah penerangan sinar matahari yang masuk lewat jendela kayu kamarnya.
“ Could this is money? Or a precious letter?” sambil berguman dan melirik kiri-kanan, Tiva mulai berhati-hati membuka segel surat tersebut.
* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar